Ini malam minggu kelabu kesekian kalinya.
Rangkaian bouket mawar tersembunyi di balik punggung kekar
Kado kecil berhias pita, nyaman meringkuk di saku lebar.
Tapi…
Tak satupun buatku…
Ribuan tangan saling bertaut erat.
Tapi…
Bukan tanganku…
Aku cuma bisa ternganga…” Ahh…, indahnya!!!!”
Malam minggu kelabu hari ini…
Kodok-kodok mengirimkan nyanyian hujan yang paling indah masuk lewat sela-sela ventilasi hatiku yang kelabu..
Nada soprannya terpacak dalam, menggetarkan tulang sanggurdiku.
Bunga-bunga lepas dari tangkainya dan tergeletak di depan pintu kayuku.
Semut-semut datang dalam barisan, memberikan segigit cokelat di depan jendela kamarku.
Bintang-bintang berkedipan…
Berlomba mengeluarkan cahaya terterangnya,
membuat rasi bercupid cinta hanya untukku..
bulan bukan lagi berbentuk sabit atau purnama,
bulan malam ini berbentuk hati, menerpa pucat ke wajah piasku…
Di malam minggu kelabu,
aku cuma terharu….
Begitu prihatinnyakah kalian padaku?
Jangan takut….aku tidak akan menangis.
Malam minggu kemarin kelabu..
Malam minggu hari ini kelabu..
Mungkin suatu saat malam minggu lain
Bercahaya terang di hatiku…..
Kampung Selesai, September 2010 “ Kenapa harus di Jakarta Yah? Di Medankan juga banyak yang bagus. Lagipula tidak begitu jauh dari rumah.” Aku setengah memaksa, aku tidak mau meninggalkan kampung yang sangat hangat ini. Lagipula aku jelas harus berpisah dengan teman-temanku tersayang. Mereka bisa menerima semua yang ada di diriku tanpa harus bertanya keluarganya bagaimana? Siapa dia? Apa gunanya berteman dengannya? Membayangkan semua itu tenggorokanku serasa tercekat. Semua wajah temanku terbayang kini. Satu demi satu…, perlahan-lahan..., bergantian.
Pitak.., haruskah aku juga berpisah darinya? Ah, Sanggupkah aku?
Kutahan napasku. Memikirkan semuanya membuatku semakin sedih.
Ayah memandangku dengan penuh wibawa. Dia tau kesedihan yang melandaku karena mataku sekarang berkaca-kaca.
“ Ini semuakan juga demi masa depanmu Nak! Ayah mau kamu berhasil.” Dia mengelus kepalaku kemudian berlalu dari hadapanku.
Aku tau ini sudah harga mati. Aku harus berangkat. Mau tidak mau…
“ Pitak… Jaga dirimu baik-baik ya.” Aku berusaha menahan napas, takut air mataku muncul. Dia memandangku dengan wajah penuh kecewa, sedih, kehilangan. Aku memaksakan diri untuk tersenyum.
“ Hey, dengar ya, aku punya nasehat buat kamu. Pertama, kamu harus mencari pacar yang bisa membuat kue sus ya, supaya kamu tidak kangen padaku. Kalau aku pulang nanti, aku akan menantangnya bertanding untuk membuat kue sus terenak.” Dia tersenyum, akupun tersenyum, tapi taukah Dia air mata yang kusimpan di hatiku?
“ Yang kedua, kamu harus lebih rajin mengerjakan PR ya, malu dong kalau tiap hari harus dihukum terus, kamu mau jadi pengawal pintu ‘berkaki satu’ terus? Beri kesempatan dong buat yang lain.” Kami sama-sama tertawa lepas. Tapi kini aku membiarkan air mataku mengalir perlahan. Aku tidak bisa membendungnya lagi.
“ Yang…yang ketiga, kamu harus sering-sering berlatih ya sama si Oon. Biar kamu banyak supporter. Masa udah lima tahun main bola supporternya cuma aku doang?” Dia mengangguk. Aku tersenyum. Dia mengatur napasnya. Sepertinya Dia juga ingin mengatakan sesuatu.
“ Sekarang giliranku... Pertama, mungkin di kota sana tidak ada orang sebaik aku jadi kamu harus pandai-pandai menjaga diri ya. Kedua, mungkin nanti ketika kamu menangis karena diejek oleh ‘teman kotamu’ aku tidak bisa menjadi badutmu seperti biasanya, jadi kamu nonton aja film ini ya. Kamu pasti bisa tertawa walaupun aku tidak ada.” Dia memberikanku enam keping VCD ‘ Mr. Bean ’ . Aku mengambilnya dengan tangan gemetar.
Kini aku tertunduk. Aku tidak sanggup menatap matanya.
“Ketiga, jangan pernah membuat kue sus untuk siapapun orang di dunia ini. Cuma aku yang berhak makan kue sus buatan kamu, oke!! “ Dia menepuk bahuku.
Tepukan itu ucapan terakhir darinya. Dia tersenyum dan akupun tersedu.
***
KOTA. Membuat lidahku kelu. Membuat otakku seakan membeku. Asing….benar-benar asing. Semua orang berjalan cepat dengan pandangan lurus ke depan, tanpa sempat menyapa ‘makhluk’ di kanan-kirinya. Ah… Sangat berbeda dengan desa. Sesibuk apapun kami selalu sempat menyapa kiri-kanan-depan-belakang.
“Hey, gembrot buruk rupa!!! Minggir! Tulisannya ketutup tuh!“ Sebuah kapur kecil mendarat tepat di kepalaku. Memang kecil dan tidak sakit, tapi rasanya aku seperti sedang dilempar dengan sebongkah batu kali yang besar. Tapi, kini aku sudah bisa menahan perasaanku. Aku tidak menangis lagi seperti waktu pertama kali diperlakukan sehina itu. Aku cukup menahan emosiku dan melakukan apa yang diperintah oleh mereka.
Aku baru setahun sekolah di salah satu SMU yang cukup favorit di Jakarta. Tapi rasanya aku sudah menghabiskan separuh usiaku di sini. Semua memperlakukanku seperti sampah. Aku seperti orang yang terkena penyakit menular. Selalu dijauhi. Yang lebih parahnya, aku belum mendapatkan seorang temanpun di sini. Aku duduk sendiri. Dari awal masuk sampai sekarang di kelas dua. Tidak ada yang mau menjadi teman sebangku-ku. Mungkin karena badanku yang sangat gemuk, wajahku yang jelek plus kacamata minus. Dan mungkin juga karena pembawaanku yang masih sangat udik dan tidak pandai bergaul ya… Ah…, akupun tidak mau terlalu memikirkannya. Hanya semakin mencabik-cabik hatiku. Aku punya teman atau tidak punya teman, toh tidak berpengaruh pada masa depanku nanti. Aku masih tetap menyandang juara umum di sekolah kok. Mungkin hidupku ditakdirkan hanya untuk belajar. Tapi sejujurnya aku ingin sekali teriak!!. Teriak sampai suaraku habis. Agar seluruh dunia tau bagaimana sakitnya hatiku menghadapi semua ini. Tanpa teman, hanya piala. Tanpa pacar, hanya buku-buku. Tanpa Si Pitak!!! Tiba-tiba aku menjadi tersedu dan aku berteriak tanpa sadar!
“AAAAAAAAAAAAAAAGGGGGHHHHHHHHH!”
***
Semua telah berlalu. Akhirnya aku bisa bebas dari SMU yang seperti penjara itu. Aku lulus dengan nilai yang sangat memuaskan. Tidak ada yang bisa menandingi kepintaranku. Aku juga bisa masuk ke universitas impianku. Aku sungguh bangga. Ayah juga pasti bangga!
Kelihatannya semua lebih berjalan baik ketika aku kuliah. Tidak ada lagi diskriminasi. Kelihatan sekali kalau orang dewasa lebih berpikiran jernih, lebih tulus, lebih terbuka. Tapi, aku tetap aku yang dulu. Masih gembrot, masih jelek, dan masih udik. Satu-satunya yang berbeda, sekarang aku lebih banyak teman. Hatiku lebih gembira. Hidupku lebih bahagia. Aku menjadi lebih tau bagaimana menikmati hidup. Tak hanya buku.
Yup! Ini hari pertama aku pergi gaul ke diskotik. Aku tau ini bertentangan dengan prinsip hidup yang selama ini kujalani, selalu berkelakuan seperti gadis timur. Tapi aku benar-benar tidak bisa menolak ajakan teman-temanku. Aku takut nantinya aku akan kehilangan mereka kalau aku menolak permintaan mereka. This is my birthday! Dan mereka meminta, lebih tepatnya memohon padaku agar merayakannya di diskotik terfavorit di Jakarta. Namun, aku harus membayar mahal untuk mempertahankan teman-temanku. Aku harus berbohong pada Ayah. Aku memberikan sejuta alasan agar Ayah mau mengirimiku uang. Ayah menurutiku. Ayah menjual dua ekor kerbau kami, si Pitung dan Jaka Sembung. Kerbau yang dulu setiap hari selalu si Pitak dan aku ajak jalan-jalan, selalu kami belai-belai sebelum kami tidur. Hah! Tapi apalah artinya dua hewan itu dibandingkan teman-teman yang telah lama kunanti di kota sombong ini. Aku tidak ingin kesepian lagi…
Pesta ulang tahunku berjalan meriah. Semua temanku kelihatan begitu menikmati suasana. Tapi aku tidak. Walaupun meriah tapi ini bukan ulang tahun terbaikku. Ulang tahun terbaikku, ketika aku merayakannya bersama Pitak. Bayangkan saja!! Dia membuatkanku sebuah kue ulang tahun yang amburadul. Bentuk kue itu benar-benar kacau. Rasanyapun benar-benar asin! Hihihi…Tapi aku benar-benar bahagia saat itu. Aku memakan kue itu dengan sangat lahap. Walaupun rasa kue itu benar-benar payah, tapi aku tau itu dibuatnya dengan penuh perjuangan dan ketulusan. ‘ Aku membuatnya tanpa resep loh! Tapi enak kan?’ Dia melihatku makan dengan mata berbinar-binar. Aku terpaksa mengangguk. Aku tidak ingin melukai hatinya.
Pitak… Apa kau ingat ulang tahunku hari ini? Aku ingin sekali merayakannya bersamamu. Walaupun hanya dengan sebuah kue gosong yang tak berbentuk dan hanya diterangi oleh cahaya bulan…
Pitak…. Aku sangat merindukanmu…
Air mataku mengalir perlahan. Aku keluar dari diskotik itu dan segera mencari bulan. Bulan malam ini sangat indah. Aku harap Dia juga melihat bulan yang sama saat ini…..
***
Sekarang benar-benar hari terbaikku! Aku sudah lupa bagaimana jadi manusia gembrot, manusia jelek, en kuper. Aku sekarang cewek langsing, modis dan gaul. Semua gara-gara pil yang ditawarkan Mira padaku. Dia bilang pil itu bisa membuatku kurus dan lebih pe-de. Dan sekarang lihat, seandainya saja kalian bisa melihat tubuhku sekarang! Wow!! Unbelievable!! Dari seekor gajah menjadi seorang model. Obat itu benar-benar manjur! Aku benar-benar menyukainya. Aku benar-benar mencintai pil itu. Dan aku benar-benar membutuhkan pil itu seumur hidupku. Walaupun pil itu lumayan mahal, aku akan berusaha dan melakukan apa saja untuk mendapatkan pil itu! Walaupun harus membohongi Ayah terus-menerus agar mengirimkan uang yang banyak untukku. Walaupun kini aku harus kehilangan predikat mahasiswa teladan karena gairah belajarku benar-benar menguap sekarang. Apapun itu! Rasa minderku benar-benar lenyap! Aku jadi lebih terbuka, aku jadi lebih mudah menyampaikan apapun yang aku rasakan, kalau suka aku langsung bilang suka, kalau tidak suka aku langsung bilang tidak suka, bahkan sekarang aku bisa marah! Dan yang paling membuatku bahagia akibat pil itu, akhirnya aku punya pacar. Pacar!! Kalian dengarkan? PACAR!! Wow! Keren kan? Hal apa lagi yang kuinginkan selain ini? Dan ini adalah saat yang paling kunanti-nantikan. MY FIRST DATE!!! Gila, aku harus tampil semenarik mungkin. Aku tidak ingin mengecewakan pacarku nantinya. Rasanya aku ingin sekali berteriak bahagia!
Uuuuuuuuuuuuhh, Yeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeess!
***
Aku memutar film Mr. Bean milik si Pitak berkali-kali, bahkan berpuluh-puluh kali. Tapi air mataku tetap tidak bisa berhenti mengalir. Kucoba mengingat hal-hal lucu yang sering dilakukan Pitak waktu aku menangis. Semuanya tidak manjur. Aku jadi bertambah sedih. Lalu akupun menangis tersedu-sedu sambil memeluk bantal. Aku ingin teriak!! Tapi kali ini bukan hanya teriakan sedih. Ini teriakan putus asa!
Kencan pertamaku. Malam yang tak akan pernah kulupakan seumur hidupku! Pacarku membawakanku segelas minuman dan tiba-tiba aku merasakan badanku ringan dan mengantuk. Aku tidak tahu apalagi yang terjadi setelah itu tapi yang kutahu aku sudah berada di sebuah kamar yang cukup gelap ketika bangun. Kepalaku masih terasa berat saat aku merasakan nyeri yang amat sangat di bagian vitalku. Aku tidak tau apa yang terjadi. Kenapa aku bisa berada di tempat itu? Tempat apa itu akupun tidak tau. Aku benar-benar bingung setengah mati. Aku bingung apa yang harus kulakukan saat itu. Aku segera keluar dari tempat itu dan ternyata aku masih berada di diskotik. Aku berjalan pulang dengan langkah lunglai. Aku benar-benar tidak mengerti. Hanya satu hal yang kumengerti, hal yang buruk telah terjadi padaku.
Dugaanku benar, setelah memeriksakan diri ke dokter barulah aku mendapat jawabannya. Hatiku sebenarnya sangat hancur untuk mengingatnya. AKU DIPERKOSA!! RASA NYERI ITU AKIBAT PERKOSAAN!!! Mengapa aku bisa sebodoh ini? Mengapa aku tidak menyadari hal itu dari awal? Mengapa ada orang sebodoh aku? Mengapa aku pergi malam itu? Mengapa aku terima ajakannya untuk kencan? Mengapa aku pacaran dengan orang seperti itu? MENGAPA?!!! Aku pikir hari itu adalah malam minggu terindahku. Setelah beratus-ratus malam minggu kulalui dengan kelabu, aku akhirnya bisa mempunyai pacar. Aku begitu senang. Tapi sekarang aku sadar malam minggu terindah itu tidak akan pernah datang.
Aku menjadi tersedu kembali jika membayangkan hal itu.
Ahh…, Ayah… Aku benar-benar telah mengecewakannya. Aku sudah terlalu banyak berbohong padanya. Tapi, Dia terus percaya padaku sepenuhnya. Ayah… Apa yang akan terjadi jika Ayah mengetahui semua yang telah terjadi padaku? Masih sayangkah Ayah padaku? Atau Ayah malah akan membunuhku? Aku tiba-tiba merasa benci pada diriku sendiri.
“AKU DIPERKOOOOOOSAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!! DASAR KURANG AJAR!!!! AKU TIDAK AKAN MEMBIARKANMU HIDUP!! AKU AKAN MENGEJARMU KE UJUNG DUNIA SEKALIPUN! ATAU KE DALAM PERUT BUMI SEKALIPUN!!”
Aku benar-benar berteriak sekuatnya! Mungkin kalau aku berteriak sekali lagi pita suaraku akan putus. Aku sudah puas berteriak, kini aku ingin sepuasnya menangis.
***
Aku dimana? Daerah ini seperti tidak asing bagiku. Aku benar-benar bingung dan tidak ingat apa-apa saat ini. Aku seperti sudah tidur berhari-hari. Badanku rasanya ringan. Aku seakan bebas kesana-kemari dengan cepat. Aku bebas melompat-lompat. Aku memperhatikan sekellilingku. Kuamati perlahan.
Sekarang aku tau aku berada dimana. Aku kembali ke desa. Tapi? Bagaimana bisa? Apa yang telah terjadi padaku? Mengapa aku tidak bisa mengingat semuanya? Tiba-tiba kepalaku terasa pusing. Semua begitu aneh. Tapi, aku tidak ingin berpikir lagi saat ini. Aku hanya ingin melepaskan rindu yang saat ini meledak-ledak di dalam dadaku. Aku menghirup udara yang segar dalam-dalam. Hmm..baunya masih seperti dulu. Tidak berubah! Masih segar. Tiba-tiba aku teringat pada seseorang... Pitak! Aku ingin sekali menemuinya. Saat ini Dia pasti sedang memandikan kerbaunya di sungai. Aku harus kesana. Aku ingin menceritakan semuanya. Hanya Pitak yang bisa menenangkan hatiku saat ini. Akupun berjalan, namun aku merasa langkahku sangat ringan. Apa karena pengaruh tubuhku yang sekarang menyusut ya? Aku tidak mau memikirkannya lagi. Aku sudah sangat ingin bertemu Pitak. Dia pasti kaget melihat perubahanku. Tak terasa akupun mulai berlari. “Pitaaaaaaak.., aku dataaaaang!!”
Aku sudah mencarinya kemana-mana, di sungai, di ladang bahkan di lapangan bola. Tapi, aku tidak bisa menemukannya. Apa mungkin Dia di rumahnya ya sekarang? Tapi apa mungkin? Dia tidak akan pulang sebelum maghrib. Tapi, apa salahnya kalau aku mengecek ke rumahnya. Siapa tau Dia sedang sakit. Akupun melangkah menuju rumahnya dengan cepat. Aku sudah tidak sabar. Aku jadi ingin menangis karena rindu.
Ya! Ternyata dugaanku tepat. Dia sedang duduk di teras rumahnya. Ih…tumben? Kalau begini Dia jadi mirip kakek-kakek yang setiap sore menjelang maghrib duduk di depan teras sambil minum secangkir kopi. Aku jadi geli sendiri membayangkan hal itu. Sekarang aku berdiri di balik pohon mangga yang tidak begitu jauh dari rumahnya. Dari sini aku bisa melihat jelas wajahnya.
Wajah itu….wajah yang sangat aku rindukan. Sekarang sedikit berubah. Wajahnya kelihatan semakin tampan dengan kumis tipis itu. Kelihatan lebih dewasa. Aku ingin sepuas-puasnya memandangi wajahnya.
Tiba-tiba aku ingin menangis lagi. Aku teringat semua hal yang telah terjadi padaku. Aku sudah terlanjur kotor. Aku benar-benar kotor! Aku rasanya tidak pantas berteman dengannya lagi. Walaupun begitu aku ingin sekali menemuinya. Aku sudah siap-siap ingin menemuinya, namun segera kuurungkan niatku karena tiba-tiba aku melihatnya menangis.
Pitak…, kamu kenapa? Mengapa wajahmu begitu sedih? Bagaimana aku bisa menceritakan kesedihanku kalau Dia sendiripun sedang sedih. Ah.., lebih baik besok saja aku menemuinya. Tapi malam ini dimana aku harus tidur? Aku masih terlalu takut untuk pulang ke rumah. Ayah pasti akan menanyaiku macam-macam. Aku tidak ingin Ayah akhirnya bisa mengetahui semua hal yang telah terjadi padaku. Ayah pasti akan kecewa…
Pasti…
Akupun melangkah pergi dengan hati yang penuh duri.
Aku baru sadar kalau ini adalah malam minggu. Semua muda-mudi lalu lalang di hadapanku dengan muka berseri-seri. Hal seperti ini selalu terjadi tiap malam minggu tiba. Aku sudah sangat hapal. Ah…, aku tidak pernah merasakan semua itu. Malahan yang kualami adalah malam minggu terburuk di dalam hidupku. Aku jadi teringat kejadian seminggu yang lalu. Kencan pertama yang begitu tragis. Aku tersenyum pedih. Lebih baik aku melalui seumur hidupku tanpa pacar, tanpa malam minggu yang indah, tanpa bunga mawar, tanpa kata-kata mesra, daripada malam minggu yang kulalui kemarin. Aku terus memperhatikan muda-mudi itu.
Ah…, mereka sungguh bahagia. Wajah mereka seperti kuncup mawar yang menyembul malu-malu.
Tiba-tiba si Pitak melintas di depanku.
Itu kan si Pitak? Mau kemana Dia? Di tangannya juga terselip sekuntum mawar. Apa ingin mengunjungi pacarnya? Siapa pacarnya ya? Aku harus tau! Akupun mengikutinya diam-diam. Ah.., entah perasaan apa ini. Tiba-tiba dadaku bergemuruh. Mukaku memanas. Apa aku cemburu? Benarkah aku jatuh cinta pada Pitak?
Ah.., seandainya bunga itu untukku…
Aku terus mengikutinya. Perjalanan yang cukup jauh juga. Tempat yang aneh… Bukankan ini kuburan? Untuk apa Dia kesini malam-malam? Ada yang aneh dengan Pitak..
Akupun berusaha memanggilnya. Tapi Dia tidak menoleh sedikitpun. Aku mencoba memanggilnya lagi. Tapi sia-sia. Pitak kini telah duduk disamping sebuah makam. Dia mengelus nisannya berkali-kali. Dia terlihat menangis. Aku tidak tahan melihatnya menangis. Akupun ikut duduk disampingnya. Namun, dia seperti tidak menyadari kehadiranku. Dia larut dalam tangisannya. Aku mencoba membaca nama yang tertera di nisan itu.
Shasmita binti Abdullah.
Kakiku menjadi lemas. Darahku seakan berhenti. Lututku gemetar. Aku? Kenapa namaku? Aku sudah mati???!! “PITAAAAAAAAK!!! Aku belum mati! Lihat aku, aku masih bisa berjalan. AKU BELUM MAAATIIIIIII!!!!” Aku menangis sejadi-jadinya.
“Tembem… Aku membawakanmu sekuntum mawar nih! Kamu pasti sangat senang kan? Aku tadi mengambilnya diam-diam dari kebun Mak Siah. Penuh perjuangan loh Bem.. Mohon diterima ya..” Dia meletakkan setangkai mawar putih itu di atas makamku.
Aku memang sangat menyukai mawar putih. Tembem. Itu nama kecil pemberiannya. Dia memanggilku tembem jika hatinya sedang gundah. Sudah lama Dia tidak memanggilku ‘tembem’. Itu menandakan kalau Dia sangat merindukanku saat ini.
Aku mengangguk. Tak terasa air mata kami mengalir perlahan. “Bem… Kamu kelihatan begitu cantik ya sekarang. Kamu sudah tidak tembem lagi loh! Aku benar-benar pangling waktu jenazahmu sampai kemarin. Diet kamu ternyata sukses ya Bem… Tapi, aku lebih suka melihatmu waktu masih tembem dulu. Pipi kamu akan naik kalau sedang tertawa dan hidungmu jadi pesek karena tertarik. Sangat lucu.” Kami sama-sama tertawa kecil. “Bem… Kamu tau? Sekarang aku udah banyak supporter loh, akibat semangat kamu. Aku berlatih keras. Tadinya aku pengen pamer ke kamu kalau penggemar aku itu bukan kamu aja. Tapi…kamu pergi tanpa pamit begini. Kamu juga pergi tanpa meninggalkan resep kue sus untukku. Kalau aku kangen ama kue susmu bagaimana? Kamu jahat Bem…” Sekarang Dia tersedu. Aku hanya bisa memandang matanya.
“Bem… kata polisi kamu meninggal gara-gara over dosis. Kenapa kamu pergi dengan setragis ini Bem? Benarkah Jakarta yang mengubahmu seperti ini Bem? Jakarta jahat ya Bem, selalu membuatmu menangis.”
Aku terkejut. Over dosis? Pelan-pelan kususun kembali memoriku. Pil itu? Malam itu aku memang meminum pil itu empat butir sekaligus. Aku cuma ingin menenangkan pikiranku. Aku tidak tau kalau pil itu obat terlarang. Aku meremas rambutku. Kenapa aku bisa sebodoh ini? Diberi narkobapun aku tidak tau!
“Bem… Aku ingin mengatakan sesuatu padamu. Selama kamu pergi aku menjadi seperti orang linglung. Aku seperti kehilangan sebagian hatiku. Aku sadar, aku mencintaimu Bem… Sangat mencintaimu. Tapi aku tidak tau apa kata-kata ini masih berguna? Kamu mau jadi pacarku Bem? Aku janji tiap malam akan membawakanmu bunga mawar. Aku juga akan menceritakan lelucon konyolku yang paling hebat! Kalau kamu mendengarnya kamu pasti akan tertawa sampai sakit perut! Pokoknya aku akan berusaha sekuat tenaga agar kamu selalu tersenyum Bem… Kamu tidak akan pernah menangis kalau jadi pacarku! Aku janji!!” Perkataan yang benar-benar bodoh. Kita sekarang berbeda Pitak. Jangan sia-siakan hidupmu untuk mencintaiku…
Ah…, mengapa kita tidak ditakdirkan bersama ya Pitak? Mengapa sulit buat kita untuk menggapai bahagia?
Pitak menangis keras. Suaranya terlihat sangat parau. Dia memanggil namaku di sela tangisnya. Air mata itu membasahi makamku. Aku tidak tahan menyaksikan semuanya. Aku mencium pipi Pitak-ku tersayang. Walaupun Dia tidak tau, aku tidak peduli. Aku berjalan menjauh. Kuayunkan langkahku dalam gundah. Rasanya aku ingin mati sekali lagi. Hatiku hancur, tapi aku cukup bahagia malam ini. Pitak, Kamu tau tidak? Aku sudah mendapatkan malam minggu terindah dalam hidupku karena kamu. Atau, inikah malam minggu terkelabu-ku? Aku tidak tau.. Aku hanya tau aku mencintaimu dan akan selamanya mencintaimu………
Percayalah, akan ada seseorang yang melihatmu jauh ke dalam lubuk hatimu..
With Love, Jls Solin
No comments:
Post a Comment